Menghadirkan Realisme Dalam Cerita; La
Terra Trema
Oleh:
Aditya Adinegoro
Klub
Sinema Atap #2 | Jumat, 28 Juni 2013 | | klubsinemaatap.blogspot.com |
@arekinetik | waft-lab.com | @WAFTLAB
La Terra Trema menggunakkan pendekatan sastrawi
dalam membingkai realitas ke dalam jalinan ceritanya. Filem ini diadaptasi dari
novel yang dikarang oleh Giovanni Verga, I
Malavoglia (1880). Novel tersebut menggunakan gaya khas Realisme Italia (Verismo) yang berseberangan dengan
pendekatan gaya Romantis. Dalam usahanya menggambarkan realitas secara murni, Verismo menggunakan Indra untuk
menjadikan dasar pengetahuan dalam menggambarkan detail kenyataan yang
berlangsung di hadapan pengarang (author), bukan dengan penggambaran yang
melibatkan perasaan pengarang. Sebuah usaha untuk mencapai obyektivitas dalam
mengungkapkan realismenya.
Dalam
alur ceritanya, La Terra Trema
terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama mengisahkan ‘Ntoni, anak lelaki tertua
dari keluarga Valastro salah satu keluarga nelayan di Aci Trezza, desa kecil di
pesisir timur Sisilia, Italia, yang telah muak dengan kehidupan mereka yang
diperlakukan secara tidak adil oleh para tengkulak, pemilik semua perahu di
desa mereka yang memperkerjakan para nelayan, lalu kemudian membeli dengan
harga murah untuk hasil tangkapan ikan mereka. ‘Ntoni pun berkeinginan untuk
lepas dari cengkraman para tengkulak untuk memulai usaha mandiri keluarganya,
tanpa harus bergantung kepada para tengkulak. Dengan menggadaikan rumahnya,
keluarga Valastro mempunyai cukup uang untuk membeli perahu mereka sendiri dan
menjual hasil tangkapannya dengan cara mereka sendiri. Kehidupan menjadi lebih
baik bagi keluarga Valastro saat itu. Di bagian kedua, harapan untuk keluar
dari kemiskinan menjadi sirna, ketika perahu ‘Ntoni dan keluarganya mengalami
masalah ketika melaut, badai menghempaskan perahu mereka hingga jauh dan
merusakkan sebagian besar kondisi perahu mereka. Perahu mereka pun akhirnya
tidak dapat digunakan. Dengan tidak adanya perahu, berarti tidak ada hasil
tangkapan. Tidak ada hasil tangkapan, berarti akan ada bencana kelaparan.
Sebuah hukum yang berlaku bagi kehidupan nelayan. Dan pada bagian ketiga,
ketika keluarga Valastro bertahan dengan mencari pekerjaan yang bisa didapatkan
dan tak juga mendapatkan peruntungan yang lebih baik, di saat itu pula mereka
harus menghadapi kenyataan dengan cara berkompromi untuk kembali lagi bekerja
untuk para tengkulak. Mereka sadar, sekalipun mereka harus diperlakukan ke
dalam sistem yang tidak memihak kepada mereka, namun kehidupan harus terus dipertahankan,
sekalipun itu menyakitkan.