Selasa, 30 Juli 2013



Pemutaran Filem

The Cow / Sang Sapi (1969)
Judul Asli: Gãv
Sutradara: Dariush Mehrjui
Durasi: 100 Menit
Bahasa: Persia
Subteks: Bahasa Indonesia

Agenda:
Jumat, 2 Agustus 2013
Mulai pukul 20.00 WIB

Tempat:
WAFT-LAB
Pandan Green Office Lt. 2
Jl. Pandan 1A, Surabaya

Gratis!


Filem ini bercerita tentang Mast Hasan, seorang tokoh utama yang sangat mencintai sapinya. Karena ia tidak mempunyai anak dari perkawinannya, cintanya hanya ditujukan pada sapi yang satu-satunya ada di kampung tempat ia tinggal. Pada suatu ketika, Hassan harus berpergian ke luar kampungnya untuk satu urusan. Sapi kesayangannya yang sedang hamil itu meninggal, sementara Hassan tidak ada di rumah. Keluarga dan kerabatnya menguburnya dan mengatakan bahwa si sapi kabur entah kemana. Hassan sangat terpukul atas kepergian sapi kesayangannya. Hubungannya dengan orang-orang di kampung pun jadi masalah. Ia pun menjadi gila dan bertingkah seperti sapi, dimana di akhir filem ia bernasib sama dengan sapinya.

Filem ini ini ditulis oleh Gholam Hossein Saedi berdasarkan novel yang ia buat. Banyak yang percaya bahwa filem ini mempunyai pengaruh besar terhadap gerakan "New Wave" Cinema Iran, yang muncul sesudahnya.



Sabtu, 27 Juli 2013

Dokumentasi Pemutaran Liebe ist kälter als der Tod / Cinta Lebih Dingin Dari Kematian


Selasa, 23 Juli 2013


Pemutaran Filem

Love is Colder Than Death/Cinta Lebih Dingin Dari Kematian (1969)
Judul Asli: Liebe ist kälter als der Tod
Sutradara: Rainer Werner Fassbinder
Durasi: 88 Menit
Bahasa: Jerman
Subteks: Bahasa Indonesia

Agenda:
Jumat, 26 Juli 2013
Mulai pukul 20.00 WIB

Tempat:
WAFT-LAB
Pandan Green Office Lt. 2
Jl. Pandan 1A, Surabaya

Gratis!

Kamis, 18 Juli 2013

Pemutaran Filem

À bout de souffle/Terengah (1960)
Sutradara: Jean-Luc Godard
Durasi: 87 Menit
Bahasa: Perancis
Subteks: Bahasa Indonesia

Agenda:
Jumat, 19 Juli 2013
Mulai pukul 20.00 WIB

Tempat:
WAFT-LAB
Pandan Green Office Lt. 2
Jl. Pandan 1A, Surabaya


Gratis!

Selasa, 09 Juli 2013

Pemutaran Filem

Pather Panchali/Kidung Lelangkah (1955)
Sutradara: Satyajit Ray
Durasi: 120 Menit
Bahasa: India
Subteks: Bahasa Indonesia

Agenda:
Jumat, 12 Juli 2013 
Mulai pukul 20.00 WIB
    
Tempat:
WAFT-LAB
Pandan Green Office Lt. 2
Jl. Pandan 1A, Surabaya

Gratis!

Pather Panchali merupakan filem yang diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Bibhutibhushan Bandopadhay dengan judul yang sama. Filem ini adalah bagian pertama dari Trilogi Apu (1955-1959) yang dibuat oleh Satyajit Ray. Pather Panchali berkisah tentang sebuah keluarga miskin di kawasan Bengali India pada tahun 1920-an dengan tokoh sentral Apu dan Durgadua kakak beradik dari keluarga kasta Brahmana, dengan mengangkat persoalan budaya dan situasi sosial masyarakat Bengali yang berujung pada tema kemanusiaan. Filem ini mendapatkan banyak pengaruh dari Neoralisme Italia dan menjadi tonggak utama perkembangan sinema India. 

Rabu, 03 Juli 2013


Pemutaran Filem

La Strada/Sirkus Jalanan (1954)
Sutradara: Federico Fellini
Durasi: 108 Menit
Bahasa: Italia
Subteks: Bahasa Indonesia

Agenda:
Jumat, 05 Juli 2013 
Mulai pukul 18.30 WIB
    
Tempat:
WAFT-LAB
Pandan Green Office Lt. 2
Jl. Pandan 1A, Surabaya

Gratis!

La strada berkisah tentang Zampano seorang tukang sirkus keliling yang memperkerjakan Gelsomina, seorang  gadis lugu yang berwajah aneh, namun berbakat, untuk ikut bersama dalam sirkus  jalanan miliknya. Mereka berdua berkeliling dari satu kota ke kota yang lainnya untuk mencari uang dari setiap pertunjukkan yang mereka gelar di jalanan. Sosok Zampano yang kaku dan angkuh serta  Gelsomina yang lugu dan polos seringkali mengakibatkan perseteruan di antara mereka berdua. Dalam perjalanannya, sang sutradara akan membawa kita untuk membicarakan mengenai persoalan kemiskinan, agama, sosial, serta tradisi kebudayaan Italia di masa damai pasca Perang Dunia II


Selasa, 02 Juli 2013


Menghadirkan Realisme Dalam Cerita; La Terra Trema
Oleh: Aditya Adinegoro

Klub Sinema Atap #2 | Jumat, 28 Juni 2013 | | klubsinemaatap.blogspot.com | @arekinetik | waft-lab.com | @WAFTLAB

La Terra Trema menggunakkan pendekatan sastrawi dalam membingkai realitas ke dalam jalinan ceritanya. Filem ini diadaptasi dari novel yang dikarang oleh Giovanni Verga, I Malavoglia (1880). Novel tersebut menggunakan gaya khas Realisme Italia (Verismo) yang berseberangan dengan pendekatan gaya Romantis. Dalam usahanya menggambarkan realitas secara murni, Verismo menggunakan Indra untuk menjadikan dasar pengetahuan dalam menggambarkan detail kenyataan yang berlangsung di hadapan pengarang (author), bukan dengan penggambaran yang melibatkan perasaan pengarang. Sebuah usaha untuk mencapai obyektivitas dalam mengungkapkan realismenya.

Dalam alur ceritanya, La Terra Trema terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama mengisahkan ‘Ntoni, anak lelaki tertua dari keluarga Valastro salah satu keluarga nelayan di Aci Trezza, desa kecil di pesisir timur Sisilia, Italia, yang telah muak dengan kehidupan mereka yang diperlakukan secara tidak adil oleh para tengkulak, pemilik semua perahu di desa mereka yang memperkerjakan para nelayan, lalu kemudian membeli dengan harga murah untuk hasil tangkapan ikan mereka. ‘Ntoni pun berkeinginan untuk lepas dari cengkraman para tengkulak untuk memulai usaha mandiri keluarganya, tanpa harus bergantung kepada para tengkulak. Dengan menggadaikan rumahnya, keluarga Valastro mempunyai cukup uang untuk membeli perahu mereka sendiri dan menjual hasil tangkapannya dengan cara mereka sendiri. Kehidupan menjadi lebih baik bagi keluarga Valastro saat itu. Di bagian kedua, harapan untuk keluar dari kemiskinan menjadi sirna, ketika perahu ‘Ntoni dan keluarganya mengalami masalah ketika melaut, badai menghempaskan perahu mereka hingga jauh dan merusakkan sebagian besar kondisi perahu mereka. Perahu mereka pun akhirnya tidak dapat digunakan. Dengan tidak adanya perahu, berarti tidak ada hasil tangkapan. Tidak ada hasil tangkapan, berarti akan ada bencana kelaparan. Sebuah hukum yang berlaku bagi kehidupan nelayan. Dan pada bagian ketiga, ketika keluarga Valastro bertahan dengan mencari pekerjaan yang bisa didapatkan dan tak juga mendapatkan peruntungan yang lebih baik, di saat itu pula mereka harus menghadapi kenyataan dengan cara berkompromi untuk kembali lagi bekerja untuk para tengkulak. Mereka sadar, sekalipun mereka harus diperlakukan ke dalam sistem yang tidak memihak kepada mereka, namun kehidupan harus terus dipertahankan, sekalipun itu menyakitkan.